https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Reynan-gedung-juang-tambun-2014-12-21-612_result.jpg
Gedung Juang Tambun dibangun dengan dua tahap oleh seorang
baba bangsawan
dan tuan tanah, Khouw Tjeng Kie, Luitenant der Chinezen. Ia mempunyai
dua saudara laki-laki, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan dan Luitenant Khouw
Tjeng Po. Ayah mereka adalah seorang
pachter dan tuan tanah bernama Khouw Tian Sek.
[3]
Setelah kematian Luitenant Khouw Tjeng Kie, kepengurusan baik tanah
partikelir maupun Landhuis Tamboen jatuh ke tangan putra sang Luitenant,
yaitu Khouw Oen Hoei. Ia adalah adik
O. G. Khouw yang dimakamkan di mausoleum tersohor dan mewah di
Petamburan. Sepupu mereka yang paling terkemuka pada era kolonial adalah
Khouw Kim An, Majoor der Chinezen terakhir di
Batavia, yang adalah putra paman mereka, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan.
[3]
Tahap pertama pembangunan mulai pada tahun
1906, dan selesai pada tahun
1910. Kemudian tahap ke-dua pada tahun
1925.
Pada awalnya, halaman depan Gedung Juang Tambun yang terlihat dari
jalan Hasanudin ini banyak ditanami oleh pohon mangga yang pada masa itu
tidak begitu dikenal di kalangan masyarakat wilayah Tambun dan
Bekasi.
[4]
Relief perjuangan melawan penjajah di sekitar Gedung Juang Tambun
Landhuis dan tanah partikelir Tamboen disita dari keluarga Khouw van Tamboen pada tahun
1942 di tengah
penjajahan Jepang. Pada saat perang kemerdekaan melawan
Belanda,
Gedung Juang yang pada saat itu dikenal dengan nama Gedung Tinggi
dijadikan tempat pertahanan oleh para pejuang kemerdekaan yang itu
berpusat di wilayah Tambun dan Cibarusah.
Gedung juang Tambun ini berlokasi hanya beberapa kilometer dari perbatasan wilayah terluar
Batavia yaitu wilayah Sasak Jarang yang kini menjadi wilayah perbatasan antara
kecamatan Bekasi Timur, kota Bekasi dengan
kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Akibat pertahanan Belanda di wilayah Bekasi sering diserang, maka
Belanda sering meninggalkan tempat pertahanannya di wilayah Bekasi dan
menarik diri untuk memperkuat wilayah pertahanannya di
Klender, yang kemudian menjadi batas antara
kota Bekasi dengan
Jakarta Timur.
Relief perundingan pertukaran tawanan perang antara pejuang kemerdekaan Indonesia dengan tentara Belanda
Gedung ini juga menjadi tempat perundingan pertukaran tawanan antara Belanda dengan para pejuang kemerdekaan
Indonesia. Pejuang kemerdekaan Indonesia dipulangkan oleh Belanda ke wilayah Bekasi dan tentara Belanda dipulangkan ke Batavia melalui
Stasiun Tambun yang lintasan relnya tepat berada di belakang gedung ini.
Masa penjajahan Jepang
Relief perjuangan pejuang kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Jepang
Pada tahun
1943
tentara Jepang mengambil alih gedung ini dan dijadikannya sebagai salah
satu pusat kekuatan dalam menjajah Indonesia. Pada akhr masa penjajahan
Jepang, terjadi sebuah peristiwa besar pembantaian tentara Jepang oleh
pejuang kemerdekaan Indonesia, di mana tentara Jepang yang pada saat itu
menggunakan kereta api melintasi wilayah Bekasi hendak meninggalkan
Indonesia melalui Bandar Udara Kalijati,
Subang
relnya dibelokan ke rel buntu yang membuat kereta terperosok, kemudian
tentara Jepang yang sebagian besar tidak bersenjata dikarenakan mereka
menyimpan senjatanya di gerbong barang, dibantai oleh pejuangan
kemerdekaan Indonesia dan mayatnya dibuang di kali Bekasi.
Masa mempertahankan kemerdekaan
Setelah Jepang menarik diri dari Indonesia pada tahun
1945, KNI (Komite Nasonal Indonesia) menjadikan Gedung Juang Tambun sebagai kantor
Kabupaten Jatinegara.
Tidak hanya menjadi kantor kabupaten, gedung ini juga dijadikan sebagai
menjadi tempat pertahanan dan pusat komando dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan dari tentara sekutu yang hendak menjajah
Indonesia kembali.
Pada akhir tahun
1947,
Belanda
melanggar Perjanjian Linggar Jati dan melakukan agresi militer pertama,
Gedung Juang Tambun pun dapat dikuasai oleh Belanda setelah melakukan
serangan bertubi-tubi hingga tahun
1949 Namun tahun
1950
pejuang Indonesia dapat merebut kembali gedung ini. Setelah gedung ini
berhasil di kuasai dan wilayah Tambun berhasil diamankan, maka aktivitas
pemerintahan kembali dilakukan di gedung ini. Tercatat pada tahun
1950
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi menempati gedung ini kali
pertama, disusul oleh kantor-kantor dan jawatan lainnya hingga akhir
1982.
Pada tahun
1951 gedung ini diisi oleh
Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Angkatan Darat, Batalyon Kian Santang. Lembaga wakil rakyat pun pernah berkantor di gedung ini hingga tahun
1960 diantaranya DPRD Sementara, DPRD Tk. II Bekasi dan DPRD-GR hingga tahun
1960. Pada tahun
1962 dijadikan tempat tahanan politik
Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada tahun
1982, Bupati Bekasi yang juga seorang budayawan, Abdul Fatah yang menjabat dari tahun
1973 -
1983 membentuk Akademi Pembangunan Desa (APD) di wilayah Tambun dengan menggunakan Gedung juang Tambun sebagai kampusnya.
[5]
Akademi Pembangunan Desa (APD) ini pada masa sekarang telah menjadi
Universitas Islam 45 Bekasi dan telah memiliki kampus sendiri di dekat
saluran Irigasi Tarum Barat (Kali Malang) di Jalan
Cut Meutia,
kota Bekasi
Komentar
Posting Komentar